Head and Heart memberikan pandangan ke dalam situasi dialektis dari para pendeta, imam, atau rabbi yang membutuhkan baik itu pengertian intelektual maupun emosional namun sering mengalami pertentangan antara kedua pengertian tersebut. Buku ini mengandung suatu kisah yang penting dari pelayanan pastoral dan pendidikan teologi pada abad ke-20 di mana konflik antara kepala dan hati diperhadapkan dan suatu resolusi yang kreatif pun ditawarkan.
Bagian 1
AWAL MULA
Bab 1: Para Pendiri
Perjalanan dimulai dalam bagian mula-mula abad ke-20 di Amerika, dengan mengakui bahwa ada suatu sejarah pelayanna pastoral sebelum 1900. Rohaniawan mendengarkan masalah-masalah para anggota jemaat, memberikan penghiburan, menyediakan arahan rohani, dan mendorong kepada pertobatan dan disiplin diri. Kandungan daripada pelayanan pastoral itu sangat beragam tergantung pada asumsi-asumsi teologis dari pendeta dan tradisi agamawinya yang khusus. Ada banyak pendeta yang peka dan sangat membantu tanggap. Walaupun demikian dibandingkan pelayanan pastoral di Amerika kemudiannya pada abad ke-20, pelayanan pastoral sebelum itu hanya semata memberikan nasihat. Intepretasi intelektual-teologis yang benar dri permasalahan manusia dan interpretasi dripada jalan keselamatan adalah sentral bagi pekerjaan pendeta.
Harry Emerson Fosdick, seorang pendeta yang terkemuka yang menjadi penting di gereja Riverside, New York, menerima pendidikannya sebelum memulai pelayanan pastoral klinis. Melalui pengalamannya ia mendapatkan bahwa “orang-orang dating ke gereja pad ahari Minggu dengan membawa berbagai macam kesulitan pribadi dan daging permasalahan adalah pewaris . . . Sebuah khotbah dimaksudkan memenuhi kebutuhan-kebutuhan demikian; harusnya khotbah adalah konseling pribadi pada skala besar kelompok.”
Pembaharuan dalam Pendidikan Teologi Amerika
Pendidikan Teologi Amerika dipolakan setelah pendidikan universitas Eropa klasik. Pendeta diharapkan menjadi sarjana. Persiapan untuk pelayanan meliputi studi seperti Alkitab, teologi sistematika, dogmatika, dan sejarah gereja. Kelas-kelas dalam penterapan praktik untuk berkhotbah, layanan pastoral, dan administrasi tidak ada dalam kurikulum seminari.
Perubahan-perubahan terjadi dalam pengertian psikologis dan dalam psikologi agama. William James, Sigmund Freud, dll berfokus pada pengalaman-pengalaman individual. James menekankan kesatuan pikiran dan tubuh dan percaya bahwa perasaan-perasaan cenderung lebih penting daripada pemikiran-pemikiran. Dia percaya pada suatu pendekatan empiric terhadap studi pengalaman agama dalam segala variasinya. Dewey adalah penggagas filsafat pendidikan baru di Amerika . Filsafat pendidikan ini menekankan sisi pengalaman dari pembelajaran dengan berfokus pada fakta bahwa cara berpikir sama pentingnya dengan apa yang dipikirkan. Pendekatan empiris metode kilmiah mulai mempengaruhi pendidikan, dan mahasiswa menjadi tidak puas dengan metode-metode lama.
Pendidik teologi terkemuka menjadi tidak puas dengan pembatasan-pembatasan pendidikan akademik klasik untuk pelayanan. W. L. Sperry, dekan Sekolah Teologi Universitas Harvard, dan Shailer Mathews, dekan Sekolah Teologi Universitas Chicago, merasa bahwa pendidikan teologi seharusnya meliputi lebih banyak pelatihan professional untuk pekerjaan dengan orang-orang yang memerlukan.
Kepribadian-Kepribadian Unik yang Mengawali Pendidikan Pastoral Klinis (PPK)
Pendidikan Pastoral Klinis adalah bagian dari sebuah gerakan pembaharuan yang lebih besar dalam pendidikan teologi. Meskipun William Keller, yang programnya kemudian dikembangkan oleh Joseph Fletcher menjadi Pendidikan Pastoral Klinis , membuat langkah pertama, Richard Cabot dan Anton Boisen adalah dua pendiri paling penting daripada Pendidikan Pastoral Klinis untuk mahasiswa teologi.
Richard Cabot adalah anggota keluarga Inggris Baru yang kaya dan terkemuka. Dia adalah seorang awam penganut paham Unitaris, seorang dokter yang mengadakan riset tentang penyakit jantung, seorang professor kedokteran di Harvard, dan pendiri pekerjaan social medical. Dia adalah pencipta konferensi patologis klinis yang terkenal. Artikelnya yang terkenal, “A Plea for a Clinical Year in the Course of Theological Study,” diterbitkan pada tahun 1925, member landasan bagi terbentuknya PPK.
Pandangan Cabot tentang apa yang ia sebut dengan teologi klinis adalah teologi yang dibawakan ke sisi pembaringan, kepada yang hancur, kepada yang tengah sekarat, kepada yang cacat, kepada yang tua dan kepada yang nakal. Penekanannya adalah pada penterapan teologi dalam suatu situasi klinis.
Anton Theophilus Boisen tepat disebut sebagai “Bapa Pendidikan Pastoral Klinis.” Boisen, seorang sarjana dan pribadi yang unik, mengalami banyak konflik emosional internal yang tidak hanya mewakili perjuangan pribadinya tapi juga mengungkapkan beberapa konflik cultural dasar. Ia menekankan perlunya mempelajari teologi dengan berupaya memahami pengalaman-pengalaman agamawi seseorang dan yang lain. Berbeda dengan Cabot yang lebih menekankan perlunya pengalaman yang terawasi dalam penterapan teologi dalam pelayanan pastoral.
Bab 2: Para Perintis
Sekelompok terpilih daripada mahasiswa-mahasiswa teologis yang ambil peran dalam pelatihan klinis di Rumah Sakit Negeri Worcester dengan Anton Boisen menjadi pemimpin-pemimpin atau perintis munculnya Pergerakan Pendidikan Pastoral Klinis.
Helen Flander Dunbar. Selama pelatihannya Dunbar berupaya memadukan minat-minatnya dalam sastra, filsafat, agama, kedokteran, dan psikiatri. Ia adlah perintis dalam kedokteran psikosomatis dan pendiri “Journal of Psychosomatic Medicine”. Dunbar yakin bahwa rohaniwan denga pelatihan teologi formal dan dengan pelatian klinis, memberikan sumbangsih kepada kepercayaan bahwa baik kedokteran maupun agama harus berfokus pada keseluruhan pribadi seseorang meskipun menggunakan pendekatan yang berbeda-beda.
Carrol Wise, seperti Dunbar ia membahas faktor-faktor emosional dalam penyakit fisik dan mental dan pentingnya simbol-simbol. Ia menekankan pengalaman agama dalam memahami teologi seseorang. Baginya, agama adalah faktor integrasi dalam kehidupan dan integrasi ini datang melalui arti simbol-simbol agama. “Simbol-simbol agama daripada berbagai perbuatan, objek, warna, dan bunyi terjalin menjadi ritual agama . . .simbol-simbol kata terjalin menjadi pengakuan dan kepercayaan.karena menjadi strukturalisasi pengalaman batin, pengakuan dan kepercayaan mengangkat makna kepada suatu tingkat sadar, bahkan walau semua komponen pengalaman tidak sadar.
Russel L. Dicks, agak bertentangan dengan perintis sebelumnya. Ia berfokus dalam penterapan teologi yang peka dan praktis dalam pelayanan pastoral dan dalam pengembangan keterampilan pastoral. Ia kurang berminat pada kepedulian Boisen yang utama yang menganggap arti yang etrdalam dari penyakit mental orang adalah pengalaman agama. Ia berfokus pada kesadaran yang benar dari mahasiswa teologi. Kekuatan daripada pendekatannya adalah kenyataan bahwa pendeta jemaat dapat dengan mudah mengerti dan memanfaatkan pengajarannya.
Austin Philip Guiles, dengan Seward Hiltner adalah jembatan antara mereka yang menekankan pendekatan penterapan intelektual/konseptual/praktis dengan mereka yang menekankan pendekatan penterapan pengalaman/emosional/ pandangan. Guiles menyarankan pasien di RS agar melakukan lebih banyak perbuatan baik bagi para mahasiswa daripada mahasiswa kepada pasien. Ia melihat pelayanan pastoral sebagi seni. Pelayanan pastoral tidak dapat diajarkan sebagi methode yang dapat berguna bagi tiap-tiap orang. Hiltner memandang pendidikan pastoral klinis sebagai bagian dari pendidikan teologi. Ia begitu menekankan teori dan metode. Ia memakai kasus-kasus nyata dan catatan-catatan percakapan pastoral untuk menggambarkan baik teologi maupun penterapan praktis.
Dari semua perintis di atas ada satu tujuan yang mendasari mereka yaitu keterpaduan antara aspek intelektual dan aspek emosional dari pelayanan pastoral.
Bab 3: Pengelompokan
Pada tahun 1930’an, peristiwa-peristiwa tertentu membawa kepada keberpihakan pada bagian orang-orang yang terlibat dalam pelatihan klinis. Hal ini memunculkan adanya kelompok Inggris Baru dan kelompok New York, dan kedua kelmpok tersebut berbeda prioritas. Kelompok Inggris Baru (New England) diangap cenderung bersifat konservatif dan kelompok New York dianggap agak radikal.
Kelompok Inggris Baru percaya bahwa pelatihan klinis harus tetap menjadi suatu bagian terpadu dripada pendidikan teologia dan bahwa sekolah-sekolah teologia harus mempunyai peran penting dalan pengungkapan organisasional manapun daripada pergerakan itu. Ini adalah suatu fokus yang teramat sangat berharga yang berhak untuk dilestarikan karena pendidikan klinis telah mulai sebagai pergerakan pembaharuan dalam pendidikan teologi. Ada persepsi bahwa Kelompok Inggris Baru memiliki pendekatan yang lebih pastoral dibandingkan kelompk New York. Fokus ini meliputi penekanan pada hubungan mahasiswa-pasien. Kelompok Inggris Baru menekankan peran pastoral (itulah yang mereka maksudkan dengan sumber daya agama tradisional dan teologi) dalam pendidikan agar dapat mengembangkan keterampilan pastoral pada rohaniwan jemaat. Kelompok ini menekankan hati dan kepala sampai kepada derajat tertentu. Mereka mencari teologi klinis suatu pemaduan antara yang konseptual dan yang praktis, antara yang intelektual dan yang emosional.
Kelompok New York di bawah kepemimpinan Dunbar dan Hiltner, percaya bahwa kebebasan untuk mengikuti pandangan bahwa kemampuan pastoral berasal dari pandangan psikodinamikhanya dapat dicapai melalui sebuah organisasi PPK yang independen. Menanggapi keprihatinan sekolah-sekolah teologi demi kualitas PPK mererka menekankan standard akreditasi pengawas dan program pelatihan. Mereka juga menghendaki Dewan Pendidikan Klinis (Council of Clinical Training) untuk mempertahankan kontrol administrasi program-program pelatihan klinis. Kelompok New York tidak merasa puas jika hanya menerapkan konsep-konsep teologis masa kini dalam pelayanan pastoral. Mereka percaya anda bisa memahami dengan sangat baik konsep-konsep teologis, memperbaiki beberapa konsep, dan mungkin mengembangkan pandangan teologis yang baru dri pembelajaran dokumen manusia yang hidup, diri mereka sendiri dan lain-lain
Bagian 2
Menjadi Sebuah Pergerakan
Bab 4: Perkumpulan
Meskipun adanya perpecahan dalam apa yang tengah menjadi Pergerakan Pendidikan Pastoral Klinis, orang-orang yang memegang posisi yang pusat tetap menjalin komunikasi satu sama lain. Ketika ia adalah seorang pegawai CCT (Dewan Pelatihan Klinis), 1935-1938, Seward Hiltner dari kelompok New York diundang bertemu perwakilan dari kelompok Inggris Baru untuk berbagi pemikiran.
Orang tidak dapat membantu kecuali melihat pertentangan pada perkumpulan nasional pertama antara standard dan filsafat Institusi Pelayanan Pastoral, CCT, dan Sekolah Sarjana Agama Terapan. Walaupun demikian ada semangat dalam berbagi dan mendengarkan pandangan-pandangan orang lain. Sikap peserta konferensi meliputi suatu hasrat untuk memandang perbedaan-perbedan d engan jelas, tetapi menekankan poin-poin persetujuan . sekolah-sekolah teologi tidak tertarik secara utama pada prioritas-prioritas yang berlainan dari kelompok-kelompok pelatihan klinis.
Bab 5: Upaya Komunikasi
Menjelang waktu diselenggarakannya konferensi nasional pertama pada tahun 1944, kelompok Inggris Baru dan kelompok New York tengah mengalami perubahan-perubahan yang banyak. Kelompok Inggris Baru mendapat infusi darah baru dengan adanya tokoh Rollin Fairbanks yang datang dari Michigan dan menjadi pendeta di RSU Massachusetts, dan Paul E. Johnson, seorang professor di Universitas Boston. Bersama dengan Philip Guiles dan David Hunter, mereka berdua adalah pemimpin dalam mengorganisasi ulang kelompok Inggris Baru dan memadukannya sebagai Institute Pelayanan Pastoral pada 28 Januari 1944.
Di New York, CCT, yang telah sebelumnya dipandu oleh suatu Badan Gubernur dan sebuah Komite Administratif yang terutama terdiri dari dokter-dokter terkemuka, pendeta, dan anggota dari bidang profesi lain diorganisasi ulang dan tanggung jawab dan wewenang ditaruh di tangan para pengawas pendeta. Pada Konferensi Nasional tahun 1944 telah ada diskusi mengenai perlunya suatu jurnal profesional untukkomunikasi yang lebih lanjut antara kelompok-kelompok pelatihan klinis dan sekolah-sekolah teologi. Dalam membahas tempat pelatihan klinis di dalam kurikulum sekolah teologi, Anton Boisen berkata: “Masalah utama . . . . .adalah teologi. Di mana metode empiris diterapkan dapat tergantung pada sekolah tertentu. Ia harus diterapkan di seluruh kurikulum. Namun sekarang ini . . . . pemakaian metode empiris di sekolah-sekolah teologi kentara oleh ketidakadaannya. Adalah buku-buku yang bertanggung jawab. Pentingnya situasi ini dapat diperhatikan ketika kita melihat tidakadanya jurnal yang melaporkan karya empiris dalam bidang agama.”.
Bab 6: Komite Dua Belas
Dekade tahun 1950an, ketika yayasan dibentuk untuk sebuah organisasi PPK yang bersatu , adalah masa dialog yang intensif di antara para pemimpin pendidikan pastoral klinis. Pemimpin-pemimpin kelompok PPK bertemu secara teratur untuk mendebatkan masalah-masalah dan merencanakan konferensi nasional yang akan menyediakan sebuah forum untuk semua orang yang terlibat dalam pendidikan pastoral klinis.
Sementara ada isu-isu politik intrik yang menambahkan minat manusia kepada kisah dalam dekade diskusi ini, ini semua akan disebutkan hanya dalam hal-hal bagaimana mereka membantu membentuk makna Pergerakan Pendidikan Pastoral Klinis.
Pertemuan yang diawali oleh Carl Plack, terdiri dari wakil-wakil ketiga kelompok pelatihan klinis dan dilaksanakan selama konferensi Boston tahun 1951 di ruang hotel Charles Bachmann. Carl Plack, Charles Bachmann, dan Frederick Norstad mewakili kelompok Lutheran. Institut diwakili oleh John Billinsky, James Burns, dan Paul Johnson, sementara Dewan diwakili oleh Frederick Kuether, Otis Rice, dan Ernest Bruder. Juga hadir Joseph Fletcher dari Sekolah Tinggi Agama Terapan dan David E. Roberts, seorang professor teologi. Sebagai hasil dari pertemuan itu dibentuklah Komite Dua Belas dengan tiga wakil dari masing-masing Dewan Penasehat Lutheran, Institut Pelayanan Pastoral, Dewan Pendidikan Klinis, dan Persekutuan Professor Seminari dalam bidang praktika. Hasil dari konferensi adalah berupa STANDARDS FOR CLINICAL PASTORAL EDUCATION pada tgl. 13 Oktober 1953.
Apa itu Pendidikan Pastoral Klinis?
Paul Johnson dari Institut Pelayanan Pastoral (IPC) mengajukan sebuah definisi yang menurutnya akan mencakup kepedulian semua orang. “Pendidikan klinis adalah suatu kesempatan penting untuk belajar melalui hubungan-hubungan antar-pribadi eksperimental dalam program teori dan praktik seperti rumah sakit atau institusi keras di mana suatu program yang terpadu dari teori dan praktik diawasi oleh seorang pembimbing klinis yang memenuhi syarat dengan kolaborasi daripada suatu staff antar-profesi. Kelompok tidak suka kata “eksperimental” dan dengan demikian dihapus dari pernyataan itu. Ada yang mau menambahkan “jemaat” kepada daftar laboratorium manusia tetapi yang lain menolak, dan lokasi pendidikan klinis menjadi suatu isu terpisah untuk diskusi berikutnya. Juga, ada yang menolak istilah “laboratorium manusia”.
Syarat-Syarat Pengawas Pendeta
· lulus dari sekolah teologi terakreditasi, 3 tahun gelar sarjana muda atau sederajat
· pentahbisan, sesudah masa pengalaman pastoral yang memadai
· paling tidak pendidikan pastoral klinis 1 tahun penuh, serta mengajar pastoral klinis dengan pengawasan
· keahlian profesional , termasuk studi sarjana, pengalaman masa lalu, dan kinerja yang telah ditampilkan.
· syarat-syarat pribadi diuji oleh komite akreditasi dalam wawancara tatap muka.
Berikutnya diterangkan Syarat-syarat untuk Pusat Pelatihan Klinis, Esensi-Esensi Minimum PPK, Program minimum yang disarankan untuk PPK, dan rekomendasi-rekomendasi spesial.
Bab 7: Tahun-Tahun Dialog
Standard bagi PPK yang dipersiapkan oleh Komite Dua Belas diterima. Dan sebuah pergerakan PPK yang bersatu nampaknya sudah dekat. Tidak ada yang menduga perwujudan impi itu akan ditunda selama hampir dua dekade. Persepakatan tentang kesamapentingannya intelek dan emosional dalam belajar pelayanan pastoral ternyata lebih sulit daripada yang dulu dibayangkan. Selama tahun 1950an Komite Dua Belas melanjutkan diskusi-diskusi mereka dan memberi dukungan bagi konferensi-konferensi nasional yang membawa semua persaturan orang-orang yang terlibat dalam pendidikan pastoral klinis.
Pada tahun 1951, CCT dan IPC mensponsori konferensi nasional kedua dengan Sekolah Teologi Univ. Boston sebagai tuan rumah. Program 1951 membawa tema, “Relevansi Pelatihan Pastoral Klinis”. Program ini meliputi suatu seksi mengenai tema umum, “Tanggung jawab Moral dalam Konseling dan Psikoterapi”, yang mempunyai seksi tentang masalah-masalah praktis seperti, “Menghadapi Konflik Teologis dalam Mahasiswa”, “Asal dan Perawatan Permusuhan dalam Mahasiswa”Hubungan Konseling Pengawas-Mahasiswa.” Konferensi Ketiga pada tgl 28 September-1 Oktober 1952, di Camp Nothover, Bound Brook, New Jersey. Wayne E. Oates memberikan pidaro utama tentang “Masalah-Masalah dalam Memadukan Pelatihan Pastoral Klinis dengan Pendidikan teologi”.
Bagian 3
Musyawarah Yang Dihasilkan
Bab 4: Belajar Hidup Bersama
Penyatuan Pergerakan PPK diwujudkan pada tahun 1960an. Setelah tahun-tahun dialog, selama mana jumlah program PPk menjamur dan pendidikan teologi dan gereja baru menerima pendidikan pastoral dan mau ambil bagian, maka terjadilah penyatuan pergerakan itu. Dengan adanya kelompok yang menekankan pendekatan konseptual dan pendekatan eksperiental pada kelompok lain, Pergerakan PPK lambat laun mengakui perlunya memadukan kedua pendekatan itu. Masyarakat Amerika mulai mejadi lebih sadar akan pentingnya praktik pstoral yang kompeten. Nilai pendidikan klinis dilihat dalam kependetaan militer selama dan sesudah Perang Dunia kedua. Alumni mahasiswa PPK yang melayani di jemaat menawarkan konseling untuk pernikahan dan masalah keluarga, dan krisis kehidupan lain. Seward Hiltner, Carrol Wise, Russel Dicks, Wayne Oates, Paul Johnson dll menerbitkan buku bagi para pendeta jemaat berdasarkan prinsip-prinsip PPK.
Bab 9: Pengadilan dan Pernikahan
Ketika Intitut dan Dewan belajar hidup bersama dalam menjalankan fungsi secara bersama dan berencana melakukan persatuan, proses itu sering dibandingkan dengan sebuah pengadilan dan pernikahan. Ketika kedua kelompok berjuang dengan berbagai isu, ada hubungan anta pribadi yang mengingatkan seseorang kepada pengadilan. Menggabungkan dua organisasi menjadi satu agaknya menyerupai pernikahan, sebab komitmen untuk berfungsi bersama dengan tujuan yang sama adalah kuat dan semangat untuk berhasil dalam persekutuan itu adalah besar.
Pergerakan PPK adalah kisah pengembangan metode pendidikan yang teologis-klinis untuk mempersiapkan orang-orang menjadi pendeta. Demikian juga, ia adalah kisah daripada suatu pembaharuan daripada pendidikan teologi.
Bagian 4
Kekuatan yang Baru dalam PPK
Bab 10: Persatuan dalam keberagaman
23 tahun setelah perkumpulan nasional pertama pada tahun 1944, keempat organisasi pendidikan pastoral klinis dipersatukan oleh pembentukan Asosiasi Pendidikan Pastoral Klinis. Ia memakan waktu 2 dekade untuk mengembangkan kesatuan roh dalam pergerakan PPK. Selama dekade itu tema-tema penting dan metode pendidikan yang perkenalkan oleh para pendidri dan perintis dikembangkan. Mendekati tahun 1967, setiap orang menerima berbagi tema dan metode, yang termasuk menerapkan teologi dalam pastoral, mengembangkan kecakapan pastoral, mempelajari teologi dari dokumen mansia hidup, memahami kehidupan emosional pendeta dan jemaat dan melayani dari dan ke kepala dan hati. Anggota-anggota organisasi yang baru bersifat plural dalam perspektif, menawarkan para mahasiswa teologi dan pendeta kesempatan untuk mencari teologi klinis dan pengungkapannya dalam pelayanan pastoral.
Ketika anggota-anggota Pergerakan PPK itu menerima semua aspek pergerakan dari awal perkembangannya, yang konseptual dan yang eksperiental, kepala dan hati dalam pendidikan untuk pelayanan dan menjadi satu organisasi kesatuan semangat memungkinkan adanya berbagai ekspressi dan penggunaan metode pendidikan PPK di banyak tempat.
Bab 7: Keterbukaan (Sikap Inklusif)
Dalam membentuk Asosiasi Pendidikan Pastoral Klinis (ACPE), keputusan dibuat mencakup semua partisipan Pergerakan PPK dalam organisasi. Tambahan kepada pengawas PPK, ada kelompok keanggotaan untuk sekolah-sekolah teologi, denominasi dan agensi-agensi mereka menyangkut pendidikan pelayanan, dewan-dewan gereja, Asosiasi Sekolah Teologi, Dewan Gereja Nasional, dan perorangan non-pengawas. Setiap orang yang tertarik dalam tujuan ACPEakan menjadi anggota, menerima jurnal Pelayanan Pastoral, Warta ACPE, dan mengikuti konferensi regional dan nasional. Anggota non-pengawas memberikan para pengawas PPK kesempatan untuk dialog dengan sekolah teologi dan perwakilan gereja, alumni mahasiswa PPK dan anggota-anggota dari bidang profesi lain.
Dalam bidang-bidang lain ACPE telah berupaya terus terbuka. Sejumlah mahasiswa dari kelompok konservatif, evangelis, dan kekudusan telah bergabung. Mahasiswa dari kelompok fundamental dan kharismatis, jika teologi mereka tidak dipertanyakan oleh pengawas denominasional arus utama ketika mereka memulai PPK, berjuang dengan kongruensi atau kurangnya antara pengalaman klinis dan teologi konseptual mereka.
Bab 12: Memperluas Cakrawala
Kesatuyan semangat, keterbukaan dan penerimaan keberagaman dalam pendidikan pastoral klinis memberikan dorongan kepada perluasan cakrawala wawasan. Dua arahan yang paing dramatis dalam ACPE adalah perkembangan internasional dan perkumpulan semua organisasi pelayanan pastoral, konseling pastoral, dan PPK, bersama dengan agensi gereja dalam Kongres Pelayanan dalam Latar-Latar Terspesialisasi (COMISS).
Setelah pembentukan ACPE, perkembangan baru menjaga para pemimpin dalam proses evaluasi yang tetap. Satu stude setelah yang lain terus dijalankan: komite jangka panjang; proyel pelayanan kesehatan; proyek riset perihal kerja pengawas PPK; sebuah komite studi khusus; kerjasama ACPE dan Asosiasi Sekolah Teologi (ATS), satu menekankan strategi pendidian dengan fokus utama pada pengawasan dan yang satunya pada kepedulian dengan satu sama lain dalam akreditasi.