Ketika duduk di bangku
sekolah dan menerima pelajaran Agama Kristen, kita sudah belajar bahwa Alkitab ditulis dalam 2
bahasa utama, yakni Ibrani untuk PL dan Yunani Koine untuk PB. Adapun Yunani
Koine merupakan ragam bahasa Yunani yang dipakai dalam masyarakat yang dipengaruhi
budaya Helenis (Yunani) dari abad ke-3 SM hingga ke-2 M. Syukurlah jika masih
banyak di antara kita mengingat pelajaran berharga ini. Namun, ternyata banyak
orang berpandangan yang berbeda mengenai PB.
Ketika Lembaga Alkitab
Indonesia (LAI) menghadapi gugatan kalangan tertentu yang mengecam Alkitab
terjemahan LAI di meja hijau, ada hal yang menarik untuk diamati. Saksi ahli
dari pihak penggugat menyampaikan argumentasinya dengan mengutip ayat-ayat dari
PB dengan merujuk pada bahasa aslinya, yang menurut keyakinannya adalah bahasa
Ibrani. Saksi ahli itu dengan lancar mengucapkan kalimat-kalimat dalam bahasa
Ibrani. Bahkan ia menyebutkan nama-nama kitab secara berbeda dari yang
lazimnya, semisal Injil Yohanes disebutnya dengan Injil Yokhanan. Jelas
sekali, baginya, PB berasal dari bahasa Ibrani dan nama-nama yang sudah dikenal
pun sejatinya adalah nama-nama Ibrani. Alasan utama mengapa demikian adalah
fakta bahwa Yeshua (memang demikian nama Yesus dalam bahasa Ibrani) berbahasa
Ibrani (bukan Aram apalagi Yunani) sehingga tidaklah wajar apabila kitab-kitab PB
kemudian ditulis dalam bahasa Yunani. Selain itu, ia meyakini nama tidak dapat
diterjemahkan! Benarkah demikian?
![]() |
Rylands Library Papyrus P52 |
Namun, perlu diketahui
bahwa tidak ada bukti jika kitab-kitab PB ditulis dalam bahasa Ibrani. Kenyataannya,
kita memiliki lebih dari 5800 manuskrip kuno PB dalam bahasa Yunani yang kemudian menjadi dasar penerjemahan PB
ke dalam berbagai bahasa. Fragmen PB paling tua berasal
dari akhir abad ke-2 dan kini tersimpan di John Rylands University Library, Manchester, Inggris. Memang ada juga beberapa manuskrip dalam bahasa
Ibrani, semisal Du Tillet yang barangkali berasal dari Italia abad ke-14. Tidak
banyak, dan bisa dipastikan naskah semacamnya merupakan terjemahan dari bahasa
Yunani (atau bahasa lain). Jika demikian, dari manakah saksi ahli penggugat LAI
itu mendapat teks PB dalam bahasa Ibrani yang dipakainya dan diyakininya sebagai PB yang asli?
Tidak lain terjemahan dari bahasa Yunani atau bahkan dari bahasa lain!
Berdasarkan keyakinan bahwa PB yang asli dalam bahasa Ibrani, pendukung teori
ini berusaha merekonstruksi “teks asli” dengan menerjemahkan balik ke bahasa
Ibrani. Mengherankan sekali bagaimana teori semacam ini begitu banyak
peminatnya dan bukti tekstual yang ada dengan begitu saja diabaikan.
Sebenarnya alasan kelompok "Ibrani" begitu yakin PB pertama kali ditulis
dalam bahasa Semit ini adalah kenyataan bahwa ada Semitisme (pengaruh
bahasa Ibrani/Aram) dalam bahasa Yunani yang dipakai dalam naskah-naskah
yang ada. Berangkat dari fakta inilah muncul anggapan bahwa PB Yunani
yang ada merupakan terjemahan yang "gagal" dari teks Ibrani yang asli.
Namun, pendekatan ini jelas mengabaikan fakta lain, bahwa orang-orang
Yahudi dan para pengikut Yesus pada abad pertama juga bisa berbahasa
Yunani. Mereka multilingual! Kalau dikatakan Yesus
berbahasa Ibrani (konsensus para pakar PB menyebutkan Aram sebagai bahasa
Tuhan Yesus), hal ini tidak serta merta mengharuskan kita menyimpulkan PB
pasti ditulis dalam bahasa yang sama. Bahasa Yunani sudah begitu berakar dalam
kehidupan umat pada masa pelayanan Tuhan Yesus, bahkan sebelum dan sesudahnya.
Bahasa Yunani koine (koine= umum) telah menjadi bahasa pergaulan (lingua franca) di Alexandria (Mesir) dan daerah timur Mediterania sedini abad ke-3 SM. Hal ini terbukti dengan digunakannya terjemahan Kitab
Suci umat Yahudi ke dalam bahasa Yunani, yakni yang kini dikenal sebagai LXX
(Septuaginta). Well, tidak tepat juga menyebutnya sebagai terjemahan, karena ada beberapa kitab yang memang ditulis asli dalam bahasa
Yunani. Keterangan mengenai terjemahan yang berotoritas ini diperoleh dari Surat Aristeas dan catatan sejarahwan. Bagaimana kita tahu LXX digunakan pada waktu itu? Sejarah teks Alkitab sendiri yang mengungkapkannya. Contoh, ketika Matius
mengutip Yes 7:14 (Sesungguhnya, seorang perempuan muda [Ibr. haʿalmanah]
mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan
Dia Imanuel), ia tidak secara persis mengutip perkataan Yesaya "Sesungguhnya,
anak dara itu [Yun. hē parthenos] akan mengandung dan melahirkan
seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” (Mat 1:23).
Bagaimana “perempuan muda” menjadi “anak dara” (atau perawan) dalam tulisan
Matius? Dalam Yes 7:14, LXX ternyata menyebut hē parthenos (anak
dara atau perawan), kata yang sama seperti dalam Matius. Dengan kata lain,
dasar penulisan Matius adalah terjemahan Yunani itu sendiri, bukan Alkitab
Ibrani! Hal yang sama berlaku setiap kali penulis kitab PB mengutip PL: mereka
selalu mengutip berdasarkan terjemahan LXX.
Sebagaimana sudah
disinggung di atas, upaya menemukan kembali teks Ibrani PB dengan menerjemahkan
balik (dari bahasa sasaran ke bahasa sumber) pada dasarnya bermasalah.
Memang penerjemahan balik masih dilakukan guna menguji sebuah terjemahan.
Lembaga Alkitab Indonesia juga memanfaatkan cara ini dalam proses penerjemahan
ke dalam bahasa daerah. Namun, jika untuk merekonstruksi bentuk asli sebuah
teks yang dihasilkan ribuan tahun silam, penerjemahan balik (back-translation) merupakan upaya
yang beresiko. Dulu, seorang Yahudi, profesor bahasa Arab di Universitas Oxford, David S.
Margoliouth (1858-1940) menerjemahkan balik Kitab Ben Sirakh ke dalam bahasa Ibrani. Aslinya
ditulis dalam bahasa Ibrani, Ben Sirakh terpelihara dalam bahasa Yunani. Namun,
apa yang terjadi dengan upaya sang profesor? Ketika beberapa porsi Ben
Sira dalam bahasa Ibrani akhirnya ditemukan di Cairo Geniza, ternyata tidak ada satu
ayat pun yang dengan tepat diterjemahkan balik oleh Prof. D. S. Margoliouth. Jadi,
penerjemahan balik sama yang dilakukan para pendukung teori PB Ibrani
sebenarnya tidak mungkin mengembalikan teks asli PB jika betul ditulis
dalam bahasa Ibrani.
Seandainya betul PB Yunani adalah terjemahan dari PB yang asli dalam bahasa Ibrani, mengapa masih muncul istilah atau ungkapan Aram dalam sebuah terjemahan? Sulit membayangkan bagaimana seorang penerjemah tidak menerjemahkan kata-kata Aram itu. Tulisan yang bukan terjemahan akan lebih cenderung mempertahankan ungkapan asing yang terdapat dalam sumber laporannya. Uraian kita sejauh ini memang tidak memungkiri kemungkinan PB aslinya ditulis dalam bahasa Semit. Namun, belum ada bukti yang kuat untuk meyakini hal itu sebagai kebenaran. Kenyataan lain yang menguatkan PB asli ditulis dalam bahasa Yunani adalah beragamnya gaya bahasa Yunani yang dipakai. Markus menulis dengan gaya bahasa (style) yang sederhana, berbeda dari Lukas yang lebih mendekati gaya tulisan Yunani klasik. Gaya yang berbeda-beda mengindikasikan kemampuan menulis yang berbeda. Berbeda sekali jika seandainya PB merupakan terjemahan karena terjemahan cenderung menggunakan bahasa yang seragam sehingga kecil kemungkinan untuk perbedaan gaya bahasa. Selain memiliki gaya bahasa yang bermacam, kitab-kitab dalam PB berawal dari situasi jemaat yang notabene tidak dominan Yahudi. Injil Markus misalnya ditulis untuk jemaat di Roma yang tidak mengerti bahasa Ibrani. Perjumpaan imam Kristen dengan bangsa-bangsa lain merupakan alasan lain kenapa bahasa Yunani dipakai untuk menyebarkan Kabar Sukacita itu.
Seandainya betul PB Yunani adalah terjemahan dari PB yang asli dalam bahasa Ibrani, mengapa masih muncul istilah atau ungkapan Aram dalam sebuah terjemahan? Sulit membayangkan bagaimana seorang penerjemah tidak menerjemahkan kata-kata Aram itu. Tulisan yang bukan terjemahan akan lebih cenderung mempertahankan ungkapan asing yang terdapat dalam sumber laporannya. Uraian kita sejauh ini memang tidak memungkiri kemungkinan PB aslinya ditulis dalam bahasa Semit. Namun, belum ada bukti yang kuat untuk meyakini hal itu sebagai kebenaran. Kenyataan lain yang menguatkan PB asli ditulis dalam bahasa Yunani adalah beragamnya gaya bahasa Yunani yang dipakai. Markus menulis dengan gaya bahasa (style) yang sederhana, berbeda dari Lukas yang lebih mendekati gaya tulisan Yunani klasik. Gaya yang berbeda-beda mengindikasikan kemampuan menulis yang berbeda. Berbeda sekali jika seandainya PB merupakan terjemahan karena terjemahan cenderung menggunakan bahasa yang seragam sehingga kecil kemungkinan untuk perbedaan gaya bahasa. Selain memiliki gaya bahasa yang bermacam, kitab-kitab dalam PB berawal dari situasi jemaat yang notabene tidak dominan Yahudi. Injil Markus misalnya ditulis untuk jemaat di Roma yang tidak mengerti bahasa Ibrani. Perjumpaan imam Kristen dengan bangsa-bangsa lain merupakan alasan lain kenapa bahasa Yunani dipakai untuk menyebarkan Kabar Sukacita itu.
salam damai
BalasHapussampai ke blog ini sebab kata Semen Est Verbum Dei dari buku karangan Dr.C.Groenen OFM.
Terimakasih untuk artikel ini menambah pengetahuan saya sebagai umat awam Gereja
Salam damai
BalasHapus