Kaufmann mengingatkan bahwa teologi adalah bangunan manusia. Maka dari itu, teologi seharusnya adalah sikap kritis dan usaha konstruktif untuk tujuan yang kita harapkan. Pemahaman kita tentang Allah sebagaimana diturunkan dari pendahulu kita tidak bisa kita terima begitu saja. Kita selalu dalam posisi menguji seberapa mampu pemahaman kita memenuhi apa yang kita harapkan.
Kaufmann mengajukan enam pernyataan tesis dalam penafsirannya terhadap tugas berteologi (
God, Mystery, Diversity: Christian Theology in a Pluralistic World, 43-53):
- Berteologi sepatutnya adalah berupa analisis, kritik, dan rekonstruksi gambaran atau konsep Allah.
- Gambaran/konsep Allah, yang dibangun manusia, selalu dan telah dibentuk dengan mengembangkan metafora atau model tertentu yang terbatas, sedemikian rupa sehingga ia berfungsi sebagai titik acuan terakhir untuk memahami dan menafsirkan semua pengalaman, hidup, dan dunia.
- Gambaran/konsep Allah yang diterima oleh orang Kristen banyak mengambil bentuknya dari metafora dan model manusia, dengan demikian menunjukkan bahwa titik acuan terakhir boleh dipahami dalam pengertian manusia, atau setidaknya metafora dan analogi manusiawi, dan bahwa Allah menghubungkan diri-Nya dengan manusia begitu rupa sehingga mempromosikan dan meningkatkan pengembangan manusia dan pencapaiannya. Sejauh Yesus dari Nazaret dipandang sebagai wahyu Allah yang final dan menentukan, kemanusiaan Allah lebih spesifiknya lagi menjadi kasih yang menderita.
- Tugas teologi Kristen adalah menilai dan mengkritik ide-ide tentang Allah yang kita terima dalam hal kemampuannya untuk mengungkapkan kemutlakan dan kemanusiaan Allah, dan membangun kembali gambaran/konsep Allah sehingga motif ini bisa disampaikan dengan sejelas dan sebermakna mungkin dalam situasi kontemporer, yaitu sehingga kehadiran Allah dalam kehidupan kontemporer bisa dimengerti.
- Kritik dan rekonstruksi gambaran/konsep Allah akan terus memberi acuan kepada bentuk-bentuk pengalaman dan kehidupan kontemporer, yang mana semuanya harus dihubungkan, dengan demikian direlatifkan dan dimanusiakan oleh konsep Allah; jika memang Allah harus berfungsi sebagai titik acuan terakhir bagi kehidupan dan pemikiran kita.
- Tepat dan sudah seharusnyalah jika kita bebas menggunakan apapun metafora, model, dan konsep indigenous yang ada (bahkan jika harus beranjak dari cara yang alkitabiah atau tradisional untuk memahami Allah).
Di mana tempat Alkitab?
Membaca keenam pernyataan di atas, kita bisa melihat bagaimana Kaufmann memandang posisi Alkitab. Alkitab dipandang sebagai bangunan manusia di masa dan situasi tertentu, sehingga tidak bisa menjadi titik acuan yang mutlak. Pada pernyataan ketiga ditegaskan bahwa Yesus dari Nazaret adalah salah satu dari model manusiawi yang dipakai. Tidak mengherankan jika mengingat posisi Kaufmann sebagai teolog di arus liberal. Pada tahap rekonstruksi teologi menurutnya, membangun teologi secara
imajinatif merupakan satu kata kunci. Kaufmann percaya bahwa Allah adalah misteri. Dan keselamatan dalam pengertian traditional adalah sebenarnya bentuk pemanusiaan (
humanization) dalam bahasa Kaufmann (
Ibid., 42).
Meskipun metode teologi Kaufmann sangat menjanjikan dalam membangun teologi yang aktif dan tanggap pada situasi kontemporer, sulit untuk menerimanya dengan metode yang benar-benar Kristiani dalam artian tradisional. Bahwa berteologi adalah upaya analitis, kritis dan rekonstruktif bisa
diterima dalam konteks pemahaman tentang Allah dalam tradisi dan
percakapan kita tentang Allah. Kaufmann benar jika dalam cara memandang
Alkitab, ia mengacu kepada sifat Alkitab sebagai produk iman orang
percaya di masa dan situasi tertentu. Namun selama seorang Kristen menerima pengakuan iman rasuli, maka ia menjadikan Alkitab sebagai bagian utama dalam berteologi. Maka jika Kaufmann berbicara tentang Kristen, ia memiliki arti yang non-tradisional. Kristen yang progressif. Kristen yang semakin dimanusiakan.
Konsep Kaufmann tentang kontekstualisasi sulit untuk diterima jika Allah adalah
misteri (daya cipta). Apa yang dikontekstualkan? Hanya imajinasi kemanusiaan dan motif pemanusiaan kah? Bisa dimengerti bahwa kontekstualisasi menurut Kaufmann mengacu kepada situasi kontemporer tertentu tanpa referensi kepada suatu teks suci. Alkitab hanyalah satu dari beragam kontekstualisasi. Pandangan Kaufmann dengan Allah sebagai misteri sebagai sumber berteologi sebenarnya adalah pandangan yang agnostik.
Jika demikian posisi Alkitab menurut Kaufmann, masih mungkinkan menerima pandangannya sebagai metode berteologi yang menjawab situasi zaman? Secara metode, ya, dengan syarat. Karena tesis pertama bahwa berteologi adalah upaya analitis, kritis dan rekonstruktif adalah nampak dalam sikap Kristus sebagaimana disaksikan Alkitab. Kita perlu merelokasi Alkitab dalam metode Kaufmann. Yesus sebagaimana disaksikan Alkitab semestinya adalah model pertama dalam melakukan teologi yang Kristiani - jika Kristus sebagai obyek iman orang Kristen harus diindahkan. Jika berbicara tentang analitis, kritis dan rekonstruktif, maka obyek pertama kita semestinya adalah Alkitab. Kita bisa memahami kembali Alkitab dan situasi kontemporer secara bersamaan dan yang satu menerangi yang lain. Metode Kaufmann bisa diskema ulang kepada ranah hermeneutis terhadap teks Alkitab dan situasi kontemporer.